TUGAS
GEOGRAFI
TEORI STRUKTUR KOTA
KELOMPOK 3:
1.
ADE KURNIADI
2.
FATMA MUTHIA ILDA ( ketua)
3.
JUDHIL SURAHMAN
4.
ZULRAHMI
SMA PGRI 1 PADANG
2012/2013
Teori struktur kota
1. Teori
Concentric (Burgess)
Burgess mengemukakan bahwa kota-kota berawal
dari sebuah pusat yang kemudian meluas dari pusat itu sendiri. Yang kemudian
nantinya secara luas bertahap penduduk mulai berdatangan atau menempati wilayah
perluasan tersebut.
Struktur kota yang demikian akan berupa
beberapa zona-zona yang terkonsentrasi pada suatu pusat. Di tengah atau dipusat
dari struktur kota tersebut terdapat sebuah pusat bisnis atau CBD (Central
Bussines District) yang bisa dikatakan merupakan zona pertama yang di dalam
pusat tersebut merupakan pusat ekonomi, sosial, dan kemasyarakatan.
Kemudian di zona kedua yaitu transistion
zone, yang berisikan industri di sela-sela perumahan penduduk yang mempunyai
tanah atau bangunan dari warisan masa lampau. Namun sebagian besar daerah ini
telah banyak diubah menjadi kawasan perkantoran maupun kawasan pertokoan. Dan
juga dikawasan ini terdapat slum atau daerah kumuh yang tidak beraturan yang
biasanya ditempati oleh para pendatang atau pekerja yang berpenghasilan kurang.
Dan di daerah slum ini pun rawan akan terjadinya pelanggaran hukum atau
kejahatan disamping adanya kemiskinan yang melanda.
Kemudian berikutnya adalah zona kaum buruh
kecil yang merupakan zona ketiga di dalam struktur ini. Di dalam zona ini
dihuni oleh para kaum buruh kecil yang bertempat tinggal menetap di kawasan
tersebut dengan jangka waktu yang relatif lama. Zona keempat ialah middle class
housing yang dihuni oleh para kaum kelas menengah. Yang pemukimannya tidak
terlalu ada karena masih ada jarak diantara rumah-rumah penduduk tersebut. Dan
yang terakhir di zona kelima ialah commuter, disini di tempati oleh para
penduduk yang bekerja di kota dengan menglaju.
Teori Burgess ini dapat ditemui di kota-kota
diberbagai belahan dunia. Karena memang teori ini merupakan teori yang pas dan
menguntungkan, dikarenakan alurnya sangat cocok atau sesuai dengan rute
komunikasi maupun transportasinya.
2.
Teori sektor (Hoyt)
Hoyt mengemukakan bahwa proses pertumbuhan
kota lebih berdasarkan sektor-sektor daripada sistem concentric yang
dikemukakan dalam teori Burgess. Hoyt meneliti CBD yang terdapat di pusat kota
dan Hoyt mengemukakan bahwa pengelompokan tata guna tanah di satu kota seperti
alur irisan kue tart. Yang di dalamnya terdapat perbedaan kawasan kota
berdasarkan jenis blok-blok berdasarkan fungsi ataupun jenis pengelompokan
penduduk.
Oleh sebab itu pendirian kawasan perumahan
oleh kaum elite akan mendorong mahalnya harga tanah-tanah yang berlokasi di
tepi-tepi perumahan elite tersebut. Dan perumahan bagi kaum buruh hanya akan
berkembang dengan menyambung sesuai rute yang telah ada.
Di dalam penelitiannya Hoyt menemukan bahwa
pajak tanah dan bangunan berbeda-beda berdasarkan sektor-sektor dikota. Jadi
pajak tertinggi tidak harus terdapat di kawasan pusat kota. Namun didasarkan pada
fungsi-fungsi daripada sektor-sektor tersebut.Contohnya, walaupun sebidang
tanah yang berada di pinggiran atau perbatasan kota namun harganya mahal karena
termasuk ke dalam kawasan perumahan elite.
3.
Teori Multiple Nuclei (Harris-Ullman)
Harris dan Ullman mengemukakan bahwa di dalam
suatu kota terdapat kenyataan yang lebih kompleks dari apa yang dikemukakan
oleh Burgess dan Hoyt. Harris dan Ullman berpendapat bahwa pertumbuhan
disebabkan oleh munculnya pusat-pusat tambahan yang masing-masing akan menjadi
pusat pertumbuhan. Di sekeliling pusat-pusat tambahan tersebut akan membentuk
suatu pengelompokan tata guna tanah yang berhubungan secara personal. Dan dari
keadaan tersebut akan memungkinkan lahirnya struktur kota yang memiliki sel-sel
pertumbuhan.
Daerah-daerah yang bertipe sel-sel atau
nucleus tersebut misalnya pelabuhan, kawasan industri, stasiun, maupun kawasan
perkotaan. Jadi yang memiliki pusat bukan hanya kota, juga daerah-daerah
pinggiran atau tepian kota memiliki pusat-pusat yang menaungi penduduk. Menurut
Haris dan Ullman. Pengelompokan tata guna tanah disuatu kota lebih cenderung
menggunakan perhitungan secara ekonomis.Contohnya, perumahan baru akan mencari
lokasi yang dekat dengan pasar atau pusat perbelanjaan. Dan juga industri baru
akan mencari lokasi yang strategis sesuai dengan rute transportasi
Teori
Konsentris
Teori Konsentris
Menurut Teori Konsentris (Burgess,1925) DPK
atau CBD adalah pusat kota yang letaknya tepat di tengah kota dan berbentuk
bundar yang merupakan pusat kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan politik,
serta merupakan zona dengan derajat aksesibilitas tinggi dalam suatu kota. DPK
atau CBD tersebut terbagi atas dua bagian, yaitu: pertama, bagian paling inti
atau RBD (Retail Business District) dengan kegiatan dominan pertokoan,
perkantoran dan jasa; kedua, bagian di luarnya atau WBD (Wholesale Business
District) yang ditempati oleh bangunan dengan peruntukan kegiatan ekonomi skala
besar, seperti pasar, pergudangan (warehouse), dan gedung penyimpanan barang
supaya tahan lama (storage buildings).
Model zona konsentrik atau Teori konsentris
adalah teori mengenai perencanaan perkotaan yang dikembangkan oleh seorang
sosiolog asal Amerika Serikat bernama Ernest Burgess berdasarkan hasil
penelitiannya terhadap kota Chicago yang dilakukan pada tahun 1925.Burgess
menyimpulkan bahwa wilayah perkotaan dapat dibagi menjadi enam zona
“Model” yang paling terkenal dari area sosial
urban ini direncanakan oleh E.W Burgess di tahun 1923 dan telah dikenal sebagai
Zona l atau Teori Konsentris. Model ini didasarkan pada konsep bahwa
perkembangan sebuah kota terjadi ke arah luar dari area sentralnya, untuk
membentuk serangkaian zona-zona konsentris. Zona ini dimulai dengan Central
Business District, yang dikelilingi dengan area transisi. Kemudian zona
transisi ini dikelilingi oleh zona perumahan pekerja. Lebih jauh dari pusat
kota adalah hunian yang lebih luas, ditempati oleh kelompok-kelompok kelas
menengah. Terakhir adalah zona komuter yang terletak di luar area built up
kota, batas terluarnya merupakan satu jam perjalanan dari pusat kota, dimana
sejumlah besar populasi zona ini bekerja. Pada prakteknya, banyak kota-kota
menunjukkan sebuah bentuk bintang (star-shaped) daripada konsentris, dengan
perkembangan urban didorong untuk terjadi di sepanjang highway (jalan tol) yang
menyebar dari pusat kotanya dan tipe berlawanan atau pemanfaatan lahan urban
yang ditemukan diantara jalan-jalan utama. Teori ini juga telah dimodifikasi
oleh pernyataan bahwa wilayah urban yang identik tidak diharapkan berada dalam
zona konsentris, tapi jenis tipe pemanfaatan lahan tersebut cenderung terjadi
pada jarak yang sama dari pusat, seringkali dalam bentuk tambal sulam (patches)
daripada membentuk ring yang kontinyuKota Multi-Pusat Teori konsentris dan
teori sektor memiliki kelebihan dalam kesederhanaannya yang atraktif, tapi
situasi dalam kebanyakan kota mungkin terlalu rumit untuk dicakup dalam sebuah
generalisasi yang mudah dipahami. Sebagai akibatnya, teori-teori tersebut telah
dirancang dengan rumit, memberikan hasil yang lebih mirip dengan realitas, tapi
pada waktu yang sama menjadi kurang jelas daripada pernyataan sebelumnya. Salah
satu contoh dari perancangan ini adalah Teori Multi Nuclei , yang dikembangkan
oleh dua ahli geografi, C.D Harris dan E. Ullman, di tahun 1945. Teori ini
menyatakan bahwa kota-kota memiliki struktur seluler, dimana tipe pemanfaatan
lahan telah dikembangkan disekeliling titik pertumbuhan tertentu, atau
“nuclei”, di dalam area urban. Pengelompokan pemanfaatan lahan khusus di
sekeliling nuclei ini telah didorong oleh empat faktor, yang mempengaruhi
distribusi aktivitas-aktivimanusia di dalam sebuah kota dalam berbagai cara.
Untuk memulainya, aktivitas-aktivitas tertentu membutuhkan fasilitas-fasilitas
tertentu pula, baik yang ditemukan secara alami atau dibuktikan di kemudian
hari oleh usaha manusia. Lokasi Central Business District pada titik
aksesibilitas maksimal memberikan sebuah ilustrasi faktor ini. Atau sekali
lagi, aktivitas-aktivitas tertentu mengelompok bersama karena mereka mendapatkan
profit dari kohesi, sebuah contoh mengelompokkan industri pakaian jadi dalam
distrik dalam (inner district) di beberapa kota besar. Aktivitas-aktivitas lain
saling mengganggu satu sama lain dan normalnya tidak ditemukan dalam
penyejajaran yang dekat: sebagai contoh, industri berat dan area residensial
kelas-atas jarang ditempatkan saling berdekatan. Terakhir, aktivitas-aktivitas
tertentu tidak dapat menjangkau sewa di lokasi-lokasi yang paling diinginkan:
lokasi area perumahan yang lebih murah atau fasilitas penyimpanan besar
memberikan contoh faktor ini dalam sebuah operasional. Ide multi nuclei
mengakui fakta bahwa geografi internal kota memberikan pengaruh yang besar
terhadap keganjilan lokasi-lokasi individualnya, serta operasi dari kekuatan ekonomi
dan sosial yang lebih umum. Di dalam teori Multi Nuclei pula, sejarah kota-kota
individual juga dilihat sebagai sebuah faktor yang penting dalam membentuk
perkembangan urban. Apapun alasan kemunculannya, setelah nuclei untuk berbagai
tipe aktivitas telah dikembangkan, faktor umum akan mendorong aktivitas urban
tersebut menjadi pemanfaatan lahan yang mengkonfirmasikan dan mengembangkan
pola yang sudah ada. Baik teori Konsentris maupun teori Sektor berasumsi bahwa
sebuah kota yang khas akan tumbuh di sekeliling satu pusat tunggal; dan bahkan
diagram dimana Harris dan Ullman mengilustrasikan teori Multiple Nuclei mereka
membuat asumsi yang sama, meski jelasnya ide mereka dapat diaplikasikan pada
contoh-contoh yang lebih kompleks
Karakteristik masing-masing zona dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Zona 1 Daerah Pusat Kegiatan (DPK) atau
Central Business District (CBD)
Daerah ini merupakan pusat dari segala
kegiatan kota antara lain sebagai pusat kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan
politik, serta merupakan zona dengan derajat aksesibilitas tinggi dalam suatu
kota. CBD tersebut terbagi atas dua bagian, yaitu: pertama, bagian paling inti
atau RBD (Retail Business District) dengan kegiatan dominan pertokoan,
perkantoran dan jasa; kedua, bagian di luarnya atau WBD (Wholesale Business
District) yang ditempati oleh bangunan dengan peruntukan kegiatan ekonomi skala
besar, seperti pasar, pergudangan (warehouse), dan gedung penyimpanan barang
supaya tahan lebih lama (storage buildings).
2. Zone 2: Daerah Peralihan (DP) atau
Transition Zone (TZ)
Zona ini merupakan daerah yang mengalami
penurunan kualitas lingkungan permukiman yang terus-menerus dan makin lama
makin hebat. Penyebabnya antara lain karena adanya intrusi fungsi yang berasal
dari zona pertama sehingga perbauran permukiman dengan bangunan bukan untuk
permukiman seperti gudang kantor dan lain-lain sangat mempercepat terjadinya
deteriorisasi lingkungan permukiman. Perdagangan dan industri ringan dari zona
pertama, banyak mengambil daerah permukiman. Proses subdivisi yang
terus-menerus, intrusi fungsi-fungsi dari zona pertama mengakibatkan
terbentuknya “slums area” (daerah permukiman kumuh) yang semakin cepat dan
biasanya berasosiasi dengan “areas of poverty, degradation and crime”.
Disamping menjalarnya “bridgeheaders” ke zona ini nampak pula “outflow” dari
penduduk yang sudah mampu ekonominya (consolidator) atau yang tidak puas dengan
kondisi lingkungan keluar daerah.
3. Zone 3: Zona perumahan para pekerja yang
bebas (ZPPB) atau “Zone of independent workingmen’s homes”
Zona ini paling banyak ditempati oleh
perumahan pekerja-pekerja baik pekerja pabrik, industri dan lain sebagainya. Di
antaranya adalah pendatang-pendatang baru dari zona kedua, namun masih
menginginkan tempat tinggal yang dekat dengan tempat kerjanya. Belum terjadi
invasi dari fungsi industri dan perdagangan ke daerah ini karena letaknya masih
dihalangi oleh zona peralihan. Kondisi permukimannya lebih baik dibandingkan
dengan zona kedua walaupun sebagian besar penduduknya masuk dalam kategori
“low-medium status”.
4. Zone 4: Zona permukiman yang lebih baik
(ZPB) atau “Zone of Better
Residences” (ZBR)
Zona ini dihuni oleh penduduk yang berstatus
ekonomi menengah-tinggi, walaupun tidak berstatus ekonomi sangat baik, namun
mereka kebanyakan mengusahakan sendiri “business” kecil-kecilan, para
profesional, para pegawai, dan lain sebagainya. Kondisi ekonomi umumnya stabil
sehingga lingkungan permukimannya menunjukan derajad keteraturan yang cukup
tinggi. Fasilitas permukiman terencana dengan baik sehingga kenyamanan tempat
tinggal dapat dirasakan pada zona ini.
5. Zone 5: Zona para penglaju (ZP) atau Commuters
Zone (CZ)
Timbulnya penglaju merupakan suatu akibat
adanya proses desentralisasi permukiman sebagai dampak sekunder dari aplikasi
teknologi di bidang transportasi dan komunikasi. Di daerah pinggiran kota mulai
bermunculan perkembangan permukiman baru yang berkualitas tinggi sampai
luxurious. Kecenderungan penduduk yang oleh Turner (1970) disebut sebagai
“status seekers” ini memang didorong oleh kondisi lingkungan daerah asal yang
dianggap tidak nyaman dan tertarik oleh kondisi lingkungan zone 5 yang menjanjikan
kenyamanan hidup. Oleh karena zona-zona tercipta ini sebagai akibat
interaksi-interaksi dan interrelasi elemen-elemen sistem kehidupan perkotaan
dan mengenai kehidupan manusia, maka sifatnyapun sangat dinamis dan tidak
stabil.
Pembagian zone menurut Teori Konsentris :
Daerah pusat kegiatan
Zona peralihan
Zona perumahan para pekerja
Zona permukiman yang lebih baik
Zona para penglaju
Kelompok yang menolak Teori Konsentris :
• Davie
• Hatt
Alasan penolakan terhadap Teori Konsentris :
Ada pertentangan
antara gradeints dengan zonal boundaries
Homogenitas internal yang tidak sesuai dengan kenyataan
Skema yang anakronistik/out of date
Teorinya kurang bersifat universal
Kelompok yang mengembangkan Teori Konsentris :
Teori ketinggian bangunan (Bergel)
Teori Ketinggian Bangunan (Bergel, 1955).
Teori ini menyatakan bahwa perkembangan struktur kota dapat dilihat dari
variabel ketinggian bangunan. DPK atau CBD secara garis besar merupakan daerah
dengan harga lahan yang tinggi, aksesibilitas sangat tinggi dan ada
kecenderungan membangun struktur perkotaan secara vertikal. Dalam hal ini, maka
di DPK atau CBD paling sesuai dengan kegiatan perdagangan (retail activities),
karena semakin tinggi aksesibilitas suatu ruang maka ruang tersebut akan
ditempati oleh fungsi yang paling kuat ekonominya.
Teori sektor ( Hommer Hoyt)
Teori Konsektoral (Griffin dan Ford, 1980).
Teori Konsektoral dilandasi oleh strutur ruang kota di Amerika Latin. Dalam
teori ini disebutkan bahwa DPK atau CBD merupakan tempat utama dari
perdagangan, hiburan dan lapangan pekerjaan. Di daerah ini terjadi proses
perubahan yang cepat sehingga mengancam nilai historis dari daerah tersebut.
Pada daerah – daerah yang berbatasan dengan DPK atau CBD di kota-kota Amerika
Latin masih banyak tempat yang digunakan untuk kegiatan ekonomi, antara lain
pasar lokal, daerah-daerah pertokoan untuk golongan ekonomi lemah dan sebagian
lain dipergunakan untuk tempat tinggal sementara para imigran.
Teori poros (Babcock)
Menitikberatkanpada peranan transportasidalam
mempengaruhistruktur keruangan kota.Asumsi: mobilitas fungsi-fungsi dan
penduduk mempunyaiintensitasyang sama dan topografi kota seragam.Faktorutama
yang mempengaruhimobilitas adalah porostransportasiyang menghubungkanCBD dengan
daerah bagianluarnya.Aksesibilitas memperhatikanbiaya waktu dalam sistem
transportasiyang ada.Sepanjangporos transportasiakan mengalami
perkembanganlebihbesar dibanding zone diantaranya.Zone yang tidak terlayani
dengan fasilitas transport yang cepat,akan bersaing dalam
Teori pusat kegiatan banyak (Harris dan
Ullman)
Menurut Harris dan Ullman dalam Daldjoeni
(1992:158) menilai bahwa kota tidak seteratur penggambaran Burgess karena antar
kawasan kota seolah berdiri sendiri. Sruktur ruang kota tidaklah sesederhana
dalam teori konsentris. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya urutan-urutan yang
teratur yang dapat terjadi dalam suatu kota terdapat tempattempat tertentu yang
befungsi sebagai inti kota dan pusat pertumbuhan baru
Teori-teori
yang melandasi struktur ruang kota yang paling dikenal yaitu:
1. Teori
Konsentris (Burgess, 1925)
Teori Konsentris
Teori
ini menyatakan bahwa Daerah Pusat Kota (DPK) atau Central Business District
(CBD) adalah pusat kota yang letaknya tepat di tengah kota dan berbentuk bundar
yang merupakan pusat kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan politik, serta
merupakan zona dengan derajat aksesibilitas tinggi dalam suatu kota. DPK atau
CBD tersebut terbagi atas dua bagian, yaitu: pertama, bagian paling inti atau
RBD (Retail Business District) dengan kegiatan dominan pertokoan, perkantoran
dan jasa; kedua, bagian di luarnya atau WBD (Wholesale Business District) yang
ditempati oleh bangunan dengan peruntukan kegiatan ekonomi skala besar, seperti
pasar, pergudangan (warehouse), dan gedung penyimpanan barang supaya tahan lama
(storage buildings).
Zona
pusat daerah kegiatan (Central Business District), yang merupakan pusat
pertokoan besar, gedung perkantoran yang bertingkat, bank, museum, hotel,
restoran dan sebagainya.
Zona
peralihan atau zona transisi, merupakan daerah kegiatan. Penduduk zona ini
tidak stabil, baik dilihat dari tempat tinggal maupun sosial ekonomi. Daerah
ini sering ditemui kawasan permukiman kumuh yang disebut slum karena zona ini
dihuni penduduk miskin. Namun demikian sebenarnya zona ini merupakan zona
pengembangan industri sekaligus menghubungkan antara pusat kota dengan daerah
di luarnya.
Zona
permukiman kelas proletar, perumahannya sedikit lebih baik karena dihuni oleh
para pekerja yang berpenghasilan kecil atau buruh dan karyawan kelas bawah,
ditandai oleh adanya rumah-rumah kecil yang kurang menarik dan rumah-rumah
susun sederhana yang dihuni oleh keluarga besar. Burgess menamakan daerah ini
yaitu working men's homes.
Zona
permukiman kelas menengah (residential zone), merupakan kompleks perumahan para
karyawan kelas menengah yang memiliki keahlian tertentu. Rumah-rumahnya lebih
baik dibandingkan kelas proletar.
Wilayah
tempat tinggal masyarakat berpenghasilan tinggi. Ditandai dengan adanya kawasan
elit, perumahan dan halaman yang luas. Sebagian penduduk merupakan kaum
eksekutif, pengusaha besar, dan pejabat tinggi.
Zona
penglaju (commuters), merupakan daerah yang yang memasuki daerah belakang
(hinterland) atau merupakan batas desa-kota. Penduduknya bekerja di kota dan
tinggal di pinggiran.
2. Teori
Sektoral (Hoyt, 1939)
Teori
ini menyatakan bahwa DPK atau CBD memiliki pengertian yang sama dengan yang
diungkapkan oleh Teori Konsentris.
Sektor
pusat kegiatan bisnis yang terdiri atas bangunan-bangunan kontor, hotel, bank,
bioskop, pasar, dan pusat perbelanjaan.
Sektor
kawasan industri ringan dan perdagangan.
Sektor
kaum buruh atau kaum murba, yaitu kawasan permukiman kaum buruh.
Sektor
permukiman kaum menengah atau sektor madya wisma.
Sektor
permukiman adi wisma, yaitu kawasan tempat tinggal golongan atas yang terdiri
dari para eksekutif dan pejabat.
Teori
Inti Berganda (Harris dan Ullman, 1945)
3. Teori Inti
Berganda
Teori
ini menyatakan bahwa DPK atau CBD adalah pusat kota yang letaknya relatif di
tengah-tengah sel-sel lainnya dan berfungsi sebagai salah satu growing points.
Zona ini menampung sebagian besar kegiatan kota, berupa pusat fasilitas
transportasi dan di dalamnya terdapat distrik spesialisasi pelayanan, seperti retailing,
distrik khusus perbankan, teater dan lain-lain. Namun, ada perbedaan dengan dua
teori yang disebutkan di atas, yaitu bahwa pada Teori Pusat Berganda terdapat
banyak DPK atau CBD dan letaknya tidak persis di tengah kota dan tidak selalu
berbentuk bundar.
Pusat
kota atau Central Business District (CBD).
Kawasan
niaga dan industri ringan.
Kawasan
murbawisma atau permukiman kaum buruh.
Kawasan
madyawisma atau permukiman kaum pekerja menengah.
Kawasan
adiwisma atau permukiman kaum kaya.
Pusat
industri berat.
Pusat
niaga/perbelanjaan lain di pinggiran.
Upakota,
untuk kawasan mudyawisma dan adiwisma.
Upakota
(sub-urban) kawasan industri
4. Teori
Ketinggian Bangunan (Bergel, 1955).
Teori ini menyatakan bahwa perkembangan
struktur kota dapat dilihat dari variabel ketinggian bangunan. DPK atau CBD
secara garis besar merupakan daerah dengan harga lahan yang tinggi,
aksesibilitas sangat tinggi dan ada kecenderungan membangun struktur perkotaan
secara vertikal. Dalam hal ini, maka di DPK atau CBD paling sesuai dengan
kegiatan perdagangan (retail activities), karena semakin tinggi aksesibilitas
suatu ruang maka ruang tersebut akan ditempati oleh fungsi yang paling kuat
ekonominya.
5. Teori
Konsektoral (Griffin dan Ford, 1980)
Teori Konsektoral dilandasi oleh struktur ruang
kota di Amerika Latin. Dalam teori ini disebutkan bahwa DPK atau CBD merupakan
tempat utama dari perdagangan, hiburan dan lapangan pekerjaan. Di daerah ini
terjadi proses perubahan yang cepat sehingga mengancam nilai historis dari
daerah tersebut. Pada daerah – daerah yang berbatasan dengan DPK atau CBD di
kota-kota Amerika Latin masih banyak tempat yang digunakan untuk kegiatan
ekonomi, antara lain pasar lokal, daerah-daerah pertokoan untuk golongan
ekonomi lemah dan sebagian lain dipergunakan untuk tempat tinggal sementara
para imigran.
6. Teori
Historis (Alonso, 1964)
DPK atau CBD dalam teori ini merupakan pusat
segala fasilitas kota dan merupakan daerah dengan daya tarik tersendiri dan
aksesibilitas yang tinggi.
7. Teori Poros
(Babcock, 1960)
Menitik beratkan pada peranan transportasi
dalam mempengaruhi struktur keruangan kota. Asumsinya adalah mobilitas
fungsi-fungsi dan penduduk mempunyai intensitas yang sama dan topografi kota
seragam. Faktor utama yang mempengaruhi mobilitas adalah poros transportasi yang
menghubungkan CBD dengan daerah bagian luarnya.Aksesibilitas memperhatikan
biaya waktu dalam sistem transportasi yang ada. Sepanjang poros transportasi
akan mengalami perkembangan lebih besar dibanding zona di antaranya. Zona yang
tidak terlayani dengan fasilitas transportasi yang cepat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar