Selasa, 08 Januari 2013

geografi ;teori struktur kota


TUGAS
GEOGRAFI
TEORI STRUKTUR KOTA






KELOMPOK 3:
1.   ADE KURNIADI
2.   FATMA MUTHIA ILDA ( ketua)
3.   JUDHIL SURAHMAN
4.   ZULRAHMI




SMA PGRI 1 PADANG
2012/2013
Teori struktur kota
1.     Teori Concentric (Burgess)
Burgess mengemukakan bahwa kota-kota berawal dari sebuah pusat yang kemudian meluas dari pusat itu sendiri. Yang kemudian nantinya secara luas bertahap penduduk mulai berdatangan atau menempati wilayah perluasan tersebut.
Struktur kota yang demikian akan berupa beberapa zona-zona yang terkonsentrasi pada suatu pusat. Di tengah atau dipusat dari struktur kota tersebut terdapat sebuah pusat bisnis atau CBD (Central Bussines District) yang bisa dikatakan merupakan zona pertama yang di dalam pusat tersebut merupakan pusat ekonomi, sosial, dan kemasyarakatan.
Kemudian di zona kedua yaitu transistion zone, yang berisikan industri di sela-sela perumahan penduduk yang mempunyai tanah atau bangunan dari warisan masa lampau. Namun sebagian besar daerah ini telah banyak diubah menjadi kawasan perkantoran maupun kawasan pertokoan. Dan juga dikawasan ini terdapat slum atau daerah kumuh yang tidak beraturan yang biasanya ditempati oleh para pendatang atau pekerja yang berpenghasilan kurang. Dan di daerah slum ini pun rawan akan terjadinya pelanggaran hukum atau kejahatan disamping adanya kemiskinan yang melanda.
Kemudian berikutnya adalah zona kaum buruh kecil yang merupakan zona ketiga di dalam struktur ini. Di dalam zona ini dihuni oleh para kaum buruh kecil yang bertempat tinggal menetap di kawasan tersebut dengan jangka waktu yang relatif lama. Zona keempat ialah middle class housing yang dihuni oleh para kaum kelas menengah. Yang pemukimannya tidak terlalu ada karena masih ada jarak diantara rumah-rumah penduduk tersebut. Dan yang terakhir di zona kelima ialah commuter, disini di tempati oleh para penduduk yang bekerja di kota dengan menglaju.
Teori Burgess ini dapat ditemui di kota-kota diberbagai belahan dunia. Karena memang teori ini merupakan teori yang pas dan menguntungkan, dikarenakan alurnya sangat cocok atau sesuai dengan rute komunikasi maupun transportasinya.

2. Teori sektor (Hoyt)
Hoyt mengemukakan bahwa proses pertumbuhan kota lebih berdasarkan sektor-sektor daripada sistem concentric yang dikemukakan dalam teori Burgess. Hoyt meneliti CBD yang terdapat di pusat kota dan Hoyt mengemukakan bahwa pengelompokan tata guna tanah di satu kota seperti alur irisan kue tart. Yang di dalamnya terdapat perbedaan kawasan kota berdasarkan jenis blok-blok berdasarkan fungsi ataupun jenis pengelompokan penduduk.
Oleh sebab itu pendirian kawasan perumahan oleh kaum elite akan mendorong mahalnya harga tanah-tanah yang berlokasi di tepi-tepi perumahan elite tersebut. Dan perumahan bagi kaum buruh hanya akan berkembang dengan menyambung sesuai rute yang telah ada.
Di dalam penelitiannya Hoyt menemukan bahwa pajak tanah dan bangunan berbeda-beda berdasarkan sektor-sektor dikota. Jadi pajak tertinggi tidak harus terdapat di kawasan pusat kota. Namun didasarkan pada fungsi-fungsi daripada sektor-sektor tersebut.Contohnya, walaupun sebidang tanah yang berada di pinggiran atau perbatasan kota namun harganya mahal karena termasuk ke dalam kawasan perumahan elite.

3. Teori Multiple Nuclei (Harris-Ullman)
Harris dan Ullman mengemukakan bahwa di dalam suatu kota terdapat kenyataan yang lebih kompleks dari apa yang dikemukakan oleh Burgess dan Hoyt. Harris dan Ullman berpendapat bahwa pertumbuhan disebabkan oleh munculnya pusat-pusat tambahan yang masing-masing akan menjadi pusat pertumbuhan. Di sekeliling pusat-pusat tambahan tersebut akan membentuk suatu pengelompokan tata guna tanah yang berhubungan secara personal. Dan dari keadaan tersebut akan memungkinkan lahirnya struktur kota yang memiliki sel-sel pertumbuhan.

Daerah-daerah yang bertipe sel-sel atau nucleus tersebut misalnya pelabuhan, kawasan industri, stasiun, maupun kawasan perkotaan. Jadi yang memiliki pusat bukan hanya kota, juga daerah-daerah pinggiran atau tepian kota memiliki pusat-pusat yang menaungi penduduk. Menurut Haris dan Ullman. Pengelompokan tata guna tanah disuatu kota lebih cenderung menggunakan perhitungan secara ekonomis.Contohnya, perumahan baru akan mencari lokasi yang dekat dengan pasar atau pusat perbelanjaan. Dan juga industri baru akan mencari lokasi yang strategis sesuai dengan rute transportasi
Teori Konsentris
 Teori Konsentris
 Menurut Teori Konsentris (Burgess,1925) DPK atau CBD adalah pusat kota yang letaknya tepat di tengah kota dan berbentuk bundar yang merupakan pusat kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan politik, serta merupakan zona dengan derajat aksesibilitas tinggi dalam suatu kota. DPK atau CBD tersebut terbagi atas dua bagian, yaitu: pertama, bagian paling inti atau RBD (Retail Business District) dengan kegiatan dominan pertokoan, perkantoran dan jasa; kedua, bagian di luarnya atau WBD (Wholesale Business District) yang ditempati oleh bangunan dengan peruntukan kegiatan ekonomi skala besar, seperti pasar, pergudangan (warehouse), dan gedung penyimpanan barang supaya tahan lama (storage buildings).
 Model zona konsentrik atau Teori konsentris adalah teori mengenai perencanaan perkotaan yang dikembangkan oleh seorang sosiolog asal Amerika Serikat bernama Ernest Burgess berdasarkan hasil penelitiannya terhadap kota Chicago yang dilakukan pada tahun 1925.Burgess menyimpulkan bahwa wilayah perkotaan dapat dibagi menjadi enam zona
 “Model” yang paling terkenal dari area sosial urban ini direncanakan oleh E.W Burgess di tahun 1923 dan telah dikenal sebagai Zona l atau Teori Konsentris. Model ini didasarkan pada konsep bahwa perkembangan sebuah kota terjadi ke arah luar dari area sentralnya, untuk membentuk serangkaian zona-zona konsentris. Zona ini dimulai dengan Central Business District, yang dikelilingi dengan area transisi. Kemudian zona transisi ini dikelilingi oleh zona perumahan pekerja. Lebih jauh dari pusat kota adalah hunian yang lebih luas, ditempati oleh kelompok-kelompok kelas menengah. Terakhir adalah zona komuter yang terletak di luar area built up kota, batas terluarnya merupakan satu jam perjalanan dari pusat kota, dimana sejumlah besar populasi zona ini bekerja. Pada prakteknya, banyak kota-kota menunjukkan sebuah bentuk bintang (star-shaped) daripada konsentris, dengan perkembangan urban didorong untuk terjadi di sepanjang highway (jalan tol) yang menyebar dari pusat kotanya dan tipe berlawanan atau pemanfaatan lahan urban yang ditemukan diantara jalan-jalan utama. Teori ini juga telah dimodifikasi oleh pernyataan bahwa wilayah urban yang identik tidak diharapkan berada dalam zona konsentris, tapi jenis tipe pemanfaatan lahan tersebut cenderung terjadi pada jarak yang sama dari pusat, seringkali dalam bentuk tambal sulam (patches) daripada membentuk ring yang kontinyuKota Multi-Pusat Teori konsentris dan teori sektor memiliki kelebihan dalam kesederhanaannya yang atraktif, tapi situasi dalam kebanyakan kota mungkin terlalu rumit untuk dicakup dalam sebuah generalisasi yang mudah dipahami. Sebagai akibatnya, teori-teori tersebut telah dirancang dengan rumit, memberikan hasil yang lebih mirip dengan realitas, tapi pada waktu yang sama menjadi kurang jelas daripada pernyataan sebelumnya. Salah satu contoh dari perancangan ini adalah Teori Multi Nuclei , yang dikembangkan oleh dua ahli geografi, C.D Harris dan E. Ullman, di tahun 1945. Teori ini menyatakan bahwa kota-kota memiliki struktur seluler, dimana tipe pemanfaatan lahan telah dikembangkan disekeliling titik pertumbuhan tertentu, atau “nuclei”, di dalam area urban. Pengelompokan pemanfaatan lahan khusus di sekeliling nuclei ini telah didorong oleh empat faktor, yang mempengaruhi distribusi aktivitas-aktivimanusia di dalam sebuah kota dalam berbagai cara. Untuk memulainya, aktivitas-aktivitas tertentu membutuhkan fasilitas-fasilitas tertentu pula, baik yang ditemukan secara alami atau dibuktikan di kemudian hari oleh usaha manusia. Lokasi Central Business District pada titik aksesibilitas maksimal memberikan sebuah ilustrasi faktor ini. Atau sekali lagi, aktivitas-aktivitas tertentu mengelompok bersama karena mereka mendapatkan profit dari kohesi, sebuah contoh mengelompokkan industri pakaian jadi dalam distrik dalam (inner district) di beberapa kota besar. Aktivitas-aktivitas lain saling mengganggu satu sama lain dan normalnya tidak ditemukan dalam penyejajaran yang dekat: sebagai contoh, industri berat dan area residensial kelas-atas jarang ditempatkan saling berdekatan. Terakhir, aktivitas-aktivitas tertentu tidak dapat menjangkau sewa di lokasi-lokasi yang paling diinginkan: lokasi area perumahan yang lebih murah atau fasilitas penyimpanan besar memberikan contoh faktor ini dalam sebuah operasional. Ide multi nuclei mengakui fakta bahwa geografi internal kota memberikan pengaruh yang besar terhadap keganjilan lokasi-lokasi individualnya, serta operasi dari kekuatan ekonomi dan sosial yang lebih umum. Di dalam teori Multi Nuclei pula, sejarah kota-kota individual juga dilihat sebagai sebuah faktor yang penting dalam membentuk perkembangan urban. Apapun alasan kemunculannya, setelah nuclei untuk berbagai tipe aktivitas telah dikembangkan, faktor umum akan mendorong aktivitas urban tersebut menjadi pemanfaatan lahan yang mengkonfirmasikan dan mengembangkan pola yang sudah ada. Baik teori Konsentris maupun teori Sektor berasumsi bahwa sebuah kota yang khas akan tumbuh di sekeliling satu pusat tunggal; dan bahkan diagram dimana Harris dan Ullman mengilustrasikan teori Multiple Nuclei mereka membuat asumsi yang sama, meski jelasnya ide mereka dapat diaplikasikan pada contoh-contoh yang lebih kompleks

 Karakteristik masing-masing zona dapat diuraikan sebagai berikut:
 1. Zona 1 Daerah Pusat Kegiatan (DPK) atau Central Business District (CBD)
 Daerah ini merupakan pusat dari segala kegiatan kota antara lain sebagai pusat kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan politik, serta merupakan zona dengan derajat aksesibilitas tinggi dalam suatu kota. CBD tersebut terbagi atas dua bagian, yaitu: pertama, bagian paling inti atau RBD (Retail Business District) dengan kegiatan dominan pertokoan, perkantoran dan jasa; kedua, bagian di luarnya atau WBD (Wholesale Business District) yang ditempati oleh bangunan dengan peruntukan kegiatan ekonomi skala besar, seperti pasar, pergudangan (warehouse), dan gedung penyimpanan barang supaya tahan lebih lama (storage buildings).

 2. Zone 2: Daerah Peralihan (DP) atau Transition Zone (TZ)
 Zona ini merupakan daerah yang mengalami penurunan kualitas lingkungan permukiman yang terus-menerus dan makin lama makin hebat. Penyebabnya antara lain karena adanya intrusi fungsi yang berasal dari zona pertama sehingga perbauran permukiman dengan bangunan bukan untuk permukiman seperti gudang kantor dan lain-lain sangat mempercepat terjadinya deteriorisasi lingkungan permukiman. Perdagangan dan industri ringan dari zona pertama, banyak mengambil daerah permukiman. Proses subdivisi yang terus-menerus, intrusi fungsi-fungsi dari zona pertama mengakibatkan terbentuknya “slums area” (daerah permukiman kumuh) yang semakin cepat dan biasanya berasosiasi dengan “areas of poverty, degradation and crime”. Disamping menjalarnya “bridgeheaders” ke zona ini nampak pula “outflow” dari penduduk yang sudah mampu ekonominya (consolidator) atau yang tidak puas dengan kondisi lingkungan keluar daerah.
 3. Zone 3: Zona perumahan para pekerja yang bebas (ZPPB) atau “Zone of independent workingmen’s homes”
 Zona ini paling banyak ditempati oleh perumahan pekerja-pekerja baik pekerja pabrik, industri dan lain sebagainya. Di antaranya adalah pendatang-pendatang baru dari zona kedua, namun masih menginginkan tempat tinggal yang dekat dengan tempat kerjanya. Belum terjadi invasi dari fungsi industri dan perdagangan ke daerah ini karena letaknya masih dihalangi oleh zona peralihan. Kondisi permukimannya lebih baik dibandingkan dengan zona kedua walaupun sebagian besar penduduknya masuk dalam kategori “low-medium status”.
 4. Zone 4: Zona permukiman yang lebih baik (ZPB) atau “Zone of Better
 Residences” (ZBR)
 Zona ini dihuni oleh penduduk yang berstatus ekonomi menengah-tinggi, walaupun tidak berstatus ekonomi sangat baik, namun mereka kebanyakan mengusahakan sendiri “business” kecil-kecilan, para profesional, para pegawai, dan lain sebagainya. Kondisi ekonomi umumnya stabil sehingga lingkungan permukimannya menunjukan derajad keteraturan yang cukup tinggi. Fasilitas permukiman terencana dengan baik sehingga kenyamanan tempat tinggal dapat dirasakan pada zona ini.
 5. Zone 5: Zona para penglaju (ZP) atau Commuters Zone (CZ)
 Timbulnya penglaju merupakan suatu akibat adanya proses desentralisasi permukiman sebagai dampak sekunder dari aplikasi teknologi di bidang transportasi dan komunikasi. Di daerah pinggiran kota mulai bermunculan perkembangan permukiman baru yang berkualitas tinggi sampai luxurious. Kecenderungan penduduk yang oleh Turner (1970) disebut sebagai “status seekers” ini memang didorong oleh kondisi lingkungan daerah asal yang dianggap tidak nyaman dan tertarik oleh kondisi lingkungan zone 5 yang menjanjikan kenyamanan hidup. Oleh karena zona-zona tercipta ini sebagai akibat interaksi-interaksi dan interrelasi elemen-elemen sistem kehidupan perkotaan dan mengenai kehidupan manusia, maka sifatnyapun sangat dinamis dan tidak stabil.
 Pembagian zone menurut Teori Konsentris :
 Daerah pusat kegiatan
 Zona peralihan
 Zona perumahan para pekerja
 Zona permukiman yang lebih baik
 Zona para penglaju
 Kelompok yang menolak Teori Konsentris :
 • Davie
 • Hatt
 Alasan penolakan terhadap Teori Konsentris :
  Ada pertentangan antara gradeints dengan zonal boundaries
  Homogenitas internal yang tidak sesuai dengan kenyataan
  Skema yang anakronistik/out of date
  Teorinya kurang bersifat universal

 Kelompok yang mengembangkan Teori Konsentris :
 Teori ketinggian bangunan (Bergel)
 Teori Ketinggian Bangunan (Bergel, 1955). Teori ini menyatakan bahwa perkembangan struktur kota dapat dilihat dari variabel ketinggian bangunan. DPK atau CBD secara garis besar merupakan daerah dengan harga lahan yang tinggi, aksesibilitas sangat tinggi dan ada kecenderungan membangun struktur perkotaan secara vertikal. Dalam hal ini, maka di DPK atau CBD paling sesuai dengan kegiatan perdagangan (retail activities), karena semakin tinggi aksesibilitas suatu ruang maka ruang tersebut akan ditempati oleh fungsi yang paling kuat ekonominya.

 Teori sektor ( Hommer Hoyt)
 Teori Konsektoral (Griffin dan Ford, 1980). Teori Konsektoral dilandasi oleh strutur ruang kota di Amerika Latin. Dalam teori ini disebutkan bahwa DPK atau CBD merupakan tempat utama dari perdagangan, hiburan dan lapangan pekerjaan. Di daerah ini terjadi proses perubahan yang cepat sehingga mengancam nilai historis dari daerah tersebut. Pada daerah – daerah yang berbatasan dengan DPK atau CBD di kota-kota Amerika Latin masih banyak tempat yang digunakan untuk kegiatan ekonomi, antara lain pasar lokal, daerah-daerah pertokoan untuk golongan ekonomi lemah dan sebagian lain dipergunakan untuk tempat tinggal sementara para imigran.
 Teori poros (Babcock)
 Menitikberatkanpada peranan transportasidalam mempengaruhistruktur keruangan kota.Asumsi: mobilitas fungsi-fungsi dan penduduk mempunyaiintensitasyang sama dan topografi kota seragam.Faktorutama yang mempengaruhimobilitas adalah porostransportasiyang menghubungkanCBD dengan daerah bagianluarnya.Aksesibilitas memperhatikanbiaya waktu dalam sistem transportasiyang ada.Sepanjangporos transportasiakan mengalami perkembanganlebihbesar dibanding zone diantaranya.Zone yang tidak terlayani dengan fasilitas transport yang cepat,akan bersaing dalam

 Teori pusat kegiatan banyak (Harris dan Ullman)
 Menurut Harris dan Ullman dalam Daldjoeni (1992:158) menilai bahwa kota tidak seteratur penggambaran Burgess karena antar kawasan kota seolah berdiri sendiri. Sruktur ruang kota tidaklah sesederhana dalam teori konsentris. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya urutan-urutan yang teratur yang dapat terjadi dalam suatu kota terdapat tempattempat tertentu yang befungsi sebagai inti kota dan pusat pertumbuhan baru

Teori-teori yang melandasi struktur ruang kota yang paling dikenal yaitu:
1.     Teori Konsentris (Burgess, 1925)

 Teori Konsentris
Teori ini menyatakan bahwa Daerah Pusat Kota (DPK) atau Central Business District (CBD) adalah pusat kota yang letaknya tepat di tengah kota dan berbentuk bundar yang merupakan pusat kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan politik, serta merupakan zona dengan derajat aksesibilitas tinggi dalam suatu kota. DPK atau CBD tersebut terbagi atas dua bagian, yaitu: pertama, bagian paling inti atau RBD (Retail Business District) dengan kegiatan dominan pertokoan, perkantoran dan jasa; kedua, bagian di luarnya atau WBD (Wholesale Business District) yang ditempati oleh bangunan dengan peruntukan kegiatan ekonomi skala besar, seperti pasar, pergudangan (warehouse), dan gedung penyimpanan barang supaya tahan lama (storage buildings).
Zona pusat daerah kegiatan (Central Business District), yang merupakan pusat pertokoan besar, gedung perkantoran yang bertingkat, bank, museum, hotel, restoran dan sebagainya.
Zona peralihan atau zona transisi, merupakan daerah kegiatan. Penduduk zona ini tidak stabil, baik dilihat dari tempat tinggal maupun sosial ekonomi. Daerah ini sering ditemui kawasan permukiman kumuh yang disebut slum karena zona ini dihuni penduduk miskin. Namun demikian sebenarnya zona ini merupakan zona pengembangan industri sekaligus menghubungkan antara pusat kota dengan daerah di luarnya.
Zona permukiman kelas proletar, perumahannya sedikit lebih baik karena dihuni oleh para pekerja yang berpenghasilan kecil atau buruh dan karyawan kelas bawah, ditandai oleh adanya rumah-rumah kecil yang kurang menarik dan rumah-rumah susun sederhana yang dihuni oleh keluarga besar. Burgess menamakan daerah ini yaitu working men's homes.
Zona permukiman kelas menengah (residential zone), merupakan kompleks perumahan para karyawan kelas menengah yang memiliki keahlian tertentu. Rumah-rumahnya lebih baik dibandingkan kelas proletar.
Wilayah tempat tinggal masyarakat berpenghasilan tinggi. Ditandai dengan adanya kawasan elit, perumahan dan halaman yang luas. Sebagian penduduk merupakan kaum eksekutif, pengusaha besar, dan pejabat tinggi.
Zona penglaju (commuters), merupakan daerah yang yang memasuki daerah belakang (hinterland) atau merupakan batas desa-kota. Penduduknya bekerja di kota dan tinggal di pinggiran.
2.     Teori Sektoral (Hoyt, 1939)

Teori ini menyatakan bahwa DPK atau CBD memiliki pengertian yang sama dengan yang diungkapkan oleh Teori Konsentris.
Sektor pusat kegiatan bisnis yang terdiri atas bangunan-bangunan kontor, hotel, bank, bioskop, pasar, dan pusat perbelanjaan.
Sektor kawasan industri ringan dan perdagangan.
Sektor kaum buruh atau kaum murba, yaitu kawasan permukiman kaum buruh.
Sektor permukiman kaum menengah atau sektor madya wisma.
Sektor permukiman adi wisma, yaitu kawasan tempat tinggal golongan atas yang terdiri dari para eksekutif dan pejabat.
Teori Inti Berganda (Harris dan Ullman, 1945)



3.     Teori Inti Berganda
Teori ini menyatakan bahwa DPK atau CBD adalah pusat kota yang letaknya relatif di tengah-tengah sel-sel lainnya dan berfungsi sebagai salah satu growing points. Zona ini menampung sebagian besar kegiatan kota, berupa pusat fasilitas transportasi dan di dalamnya terdapat distrik spesialisasi pelayanan, seperti retailing, distrik khusus perbankan, teater dan lain-lain. Namun, ada perbedaan dengan dua teori yang disebutkan di atas, yaitu bahwa pada Teori Pusat Berganda terdapat banyak DPK atau CBD dan letaknya tidak persis di tengah kota dan tidak selalu berbentuk bundar.
Pusat kota atau Central Business District (CBD).
Kawasan niaga dan industri ringan.
Kawasan murbawisma atau permukiman kaum buruh.
Kawasan madyawisma atau permukiman kaum pekerja menengah.
Kawasan adiwisma atau permukiman kaum kaya.
Pusat industri berat.
Pusat niaga/perbelanjaan lain di pinggiran.
Upakota, untuk kawasan mudyawisma dan adiwisma.
Upakota (sub-urban) kawasan industri
4.     Teori Ketinggian Bangunan (Bergel, 1955).
Teori ini menyatakan bahwa perkembangan struktur kota dapat dilihat dari variabel ketinggian bangunan. DPK atau CBD secara garis besar merupakan daerah dengan harga lahan yang tinggi, aksesibilitas sangat tinggi dan ada kecenderungan membangun struktur perkotaan secara vertikal. Dalam hal ini, maka di DPK atau CBD paling sesuai dengan kegiatan perdagangan (retail activities), karena semakin tinggi aksesibilitas suatu ruang maka ruang tersebut akan ditempati oleh fungsi yang paling kuat ekonominya.
5.     Teori Konsektoral (Griffin dan Ford, 1980)
Teori Konsektoral dilandasi oleh struktur ruang kota di Amerika Latin. Dalam teori ini disebutkan bahwa DPK atau CBD merupakan tempat utama dari perdagangan, hiburan dan lapangan pekerjaan. Di daerah ini terjadi proses perubahan yang cepat sehingga mengancam nilai historis dari daerah tersebut. Pada daerah – daerah yang berbatasan dengan DPK atau CBD di kota-kota Amerika Latin masih banyak tempat yang digunakan untuk kegiatan ekonomi, antara lain pasar lokal, daerah-daerah pertokoan untuk golongan ekonomi lemah dan sebagian lain dipergunakan untuk tempat tinggal sementara para imigran.
6.     Teori Historis (Alonso, 1964)
DPK atau CBD dalam teori ini merupakan pusat segala fasilitas kota dan merupakan daerah dengan daya tarik tersendiri dan aksesibilitas yang tinggi.
7.     Teori Poros (Babcock, 1960)
Menitik beratkan pada peranan transportasi dalam mempengaruhi struktur keruangan kota. Asumsinya adalah mobilitas fungsi-fungsi dan penduduk mempunyai intensitas yang sama dan topografi kota seragam. Faktor utama yang mempengaruhi mobilitas adalah poros transportasi yang menghubungkan CBD dengan daerah bagian luarnya.Aksesibilitas memperhatikan biaya waktu dalam sistem transportasi yang ada. Sepanjang poros transportasi akan mengalami perkembangan lebih besar dibanding zona di antaranya. Zona yang tidak terlayani dengan fasilitas transportasi yang cepat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar